Minggu, 07 Maret 2010

ASKEP PADA PASIEN DENGAN KELAINAN OTOT

OTOT
• OTOT DILAPISI OLEH LAPISAN JARINGAN PENGIKAT YG DIBERI NAMA FASCIA
• TENDON MERUPAKAN UJUNG FASCIA YG MEMANJANG MEMBENTUK EKOR & TENDON MENEMPELKAN OTOT PD TULANG

KARAKTERISTIK JARINGAN OTOT
• KOTRAKSILITAS
• EKSTENSIBILITAS
• ELASTISITAS
• IRRITABILITAS

PEMERIKSAAN
• PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Pemeriksaan Umum
~ tinggi
~ berat
~ tanda vital
~ status nutrisi,dll
INSPEKSI
~ postur
~ simetris
~ ukuran
~ cara berjalan
PALPASI
• TONUS OTOT
• VARIASI TEMPERATUR
• NYERI TEKAN
• BENGKAK
• GETARAN, DLL
RENTANG GEREKAN
• AKTIF & PASIF (ROM)

KEKUATAN OTOT
Gradasi / tingkatan 0-5
GEJALA
• ATROPHY
• HIPERTROPHY
• NYERI
• KEJANG
• KELEMAHAN
• MATI RASA & KESEMUTAN
TES DIAGNOSTIK
1.ELEKTROMYOGRAPHY
untuk mendiagnosa distrofi otot & penyakit motor neuron
2.STRAIN
Luka pd otot / tendon dikarenakan penggunaan obat yg berlebihan,akibat robekan otot yg tidak komplit & hanya kelihatan dg mikroskop
MANIFESTASI KLINIS
• SAKIT
• BENGKAK & SPASMUS PD OTOT BIASANYA MENGALAMI MATI RASA

MANAJEMEN THERAPEUTIK & ASKEP
• MANAJEMEN THERAPHY
Menggurangi rasa sakit & kejang otot, menggurangi pembengkakan & tidak boleh mengangkat beban normal juga mobilitasnya.

ASKEP PD KELAINAN OTOT
• PERAWATAN UTAMA :

1.ISTIRAHAT(REST)
2.KOMPRES DINGIN / ES
3.PENEKANAN (COMPRESSION)
4.PENGIKAT (BROCES)
5.TERAPI PHARMAKOLOGI MENCAKUP ANALGESIK AKAN MENDUKUNG PERBAIKAN JARNGAN

ASKEP PD KLIEN GANGGUAN OTOT
• PENGKAJIAN FISIK
~ Evaluasi integritas tulang
~ Postur
~ Fungsi sendi
~ Kekuatan otot
~ Cara berjalan & kemampuan ps melakukan akitvitas sehari-hari
~ Kaji tulang belakang, apakah skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang).

EVALUASI DIAGNOSTIK
• PEMERIKSAAN KHUSUS :

~ SINAR X
~ COMPUTED DEMOGRAPHY
~ MAGNETIK RESONANCE IMAGING
~ ANGIOGRAFI
~ DIGITAL SUBTRACTION ANGIOGRAPHY
~ VENOGRAM
~ MIOLOGRAFI
~ DISKOGRAFI
~ ARTROGRAFI
PEMERIKSAAN LAIN
• ELEKTROMIOGRAFI
• BIOPSI

DIAGNOSIS KEP AKTUAL & POTENSIAL PD KELAINAN MUSKOLOSKELETAL

1.Kerusakan mobilitas fisik
2.Nyeri
3.Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
4.Ggn disfungsi jaringan periper
5.Kurang perawatan diri
6.Kurang pengetahuan tentang proses penyakit & program perawatannya
7.Ggn harga diri & citra diri
8.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh





ASKEP PD PASIEN DGN INFEKSI

DEFENISI
 Infeksi adalah invasi tubuh oleh potogen atau mikroorganisme yg mampu menyebabkan sakit,jika mikroorganisme gagal menyebabkan cedera yg serius thdp sel & jaringan infeksi disebut asimptomatik

PENGKAJIAN
STATUS MEKANISME PERTAHANAN
Faktor resiko terhadap infeksi :
a. Pertahanan primer yg tidak adekuat
~ kulit/mukosa rusak
~ Jaringan trauma
~ Penurunan kerja
~ Obstruksi aliran urine
~ Gangguan peristaltik
~ Perubahan pd ph sekresi
~ Penurunan mobilitas

b. Pertahanan skunder tidak adekuat
• penurunan kadar Hb
• supresi sel darah putih (krn obat /peny yg terkait)
• Supresi respon inflamasi(krn obat/peny yg terkait)
• Hitung sel darah putih rendah (leukopenia)
• Kerentanan klien meliputi :
• Usia
• Status nutrisi
• Stres
• Hereditas
• Proses peny. & terapi medis
Contoh : mengkaji resiko infeksi pd lansia


DATA LABORATORIUM
TES LAB UNTUK MEMERIKSA INFEKSI :

Nilai lab : Nilai N dewasa :
1.Jml SDP 5.000-1000/mm
2.Laju endapan lbh dr 15 mm/jm utk pria & wanita
darah
3.Kadar zat bezi 60-90 g/dl
4.Kultur urin & drh N-nya steril tnp p’tmbhn mikroorganisme
5.Kultru luka & drh kemungkinan flora N

PETUNJUK INFEKSI
• Peningkatan infeksi akut,penurunan infeksi virus ttn
• Meningkatkan pd adanya proses inflamasi
• Menurunkan pd infeksi kronik
• Terdapat pd p’tmbhn mikroorganisme infeksius

DIAGNOSA KEP.
• Resiko infeksi yg berhubungan dg ggn imunitas,mal nutrisi & kerusakan jaringan.
• Resiko cedera yg b’hub dg ggn imunitas
• Kerusakan integritas kulit yg b’hub dg ggn sirkulasi,paparan terhadap iritan
• Ggn membran mukosa oral yg b’hub dg iritasi traumatik dari selang nasogastrik,higine oral yg tidak efektif
• Ggn nutrisi kurang dari keb.tubuh yg b’hub dg kebiasaan diet yg buruk,ggn fungsi gastrointestinal
• Isolasi sosial b’hub dg kesalahan konsep ttg peny.yg ditularkan sec.seksual

EVALUASI
Perwtn hrs menentukan apakah tujuan utk mengurangi/mencegah infeksi tercapai
Respon klien spt tdk adanya demam/p’kembanggan draines luka
Perlu atau tdknya intervensi direvisi/dihentikan
Perwtn memantau dg ketat terutama bg yg b’resiko akan adanya tanda/gejala infeksi
Klien yg b’resiko thd infeksi hrs mengerti utk menggurangi/mencegah p’tmbhn & p’yebaran mikroorganisme
Beri kesempatan klien utkberdiskusi dg anggota klgr utk m’gikuti terapi
Beri informasi baru pd klien

ASKEP PADA KLIEN DENGAN CA NASOFARING

A. PENGERTIAN
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)

B. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).


C. Tanda dan Gejala

Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Nasofaringoskopi
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
c. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).

E. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.

F. Pengkajian
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
c. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
e. Tanda dan gejala :
Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.

Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan.
Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)


H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .
Intervensi :
Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.
Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrol
Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.

2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi :
Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.
Orientasikan pasien terhadap lingkungan
Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi
Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur
Bicara dengan gerak mulut yang jelas
Bicara pada sisi telinga yang sehat

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah
Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Intervensi :
Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien
Berikan dorongan higiene oral yang sering
Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.
Pantau masukan makanan tiap hari.
Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.
Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)

4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal
Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori
Intervensi :
Kaji pasienterhadap bukti adanya infeksi :
 Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.
Tekankan higiene personal
Pantau suhu
Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)

5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologi, efek radiasi kemoterapi
Tujuan : integritas kulit tetap terjaga
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trauma pada area kulit yang sakit
Intervensi :
Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kanker
Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan
Hindari menggosok atau menggaruk area
Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, bedak, salep apapun kecuali diijinkan dokter.
Hindarkan pakaian yang ketat pada aea tersebut
Oleskan vitamin A dan D pada area tersebut
Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.

6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
Tujuan : tidak terjadi gangguan pada membran mukosa
Kriteria hasil :
Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh
Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut
Melaporkan tidak adanya nyeri, kesulitan menelan dan dehidrasi
Intervensi :
Kaji kesehatangigi dan hihiene oral secara periodik
Kaji rongga mulut tiap hari, perhatikan perubahan pada integritas membran mukosa oral
 Instruksikan mengenai perubahahn diet misalnya hindari makanan panas atau pedas, anjurkan penggunaan sedotan, mencerna makanan lembut atau diblender.
Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinfeksi oral
 Mulai program higiene oral : gunakan pencuci mulut dari salin hangat, larutan pelarut dari hidrogen peroksida, sikat dengan sikat gigi/benang gigi, pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.

7. Gangguan harga diri berhubugan dengan efek samping radioterapi: kehilangan rambut
Tujuan : gangguan harga diri teratasi
Kriteria hasil : Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya, putus asa
Intervensi :
Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu
Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kanker
Akui kesulitan yang mungkin di alami
Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien /orang terdekat
Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan fase pengobatan
Gunakan sentuhan selama interaksi

8. Konstipasi/diare berhubungan dengan iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
Tujuan : gangguan defekasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Mempertahankan konsistensi atau pola defekasi umum


Intervensi :
Kaji bising usus, gerakan usus termasuk frekuensi, konsistensi.
Pantau masukan dna haluaran serta berat badan
Dorong masukan cairan adekuat, peningkatan serat diet, latihan
Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak, makanan serat tinggi, kafein tinggi.
Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen.
Berikan cairan IV, agen antidiare, laksatif.

9. Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik
Tujuan : perdarahan dapat teratasi
Kriteria hasil :
Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi
Tidak menunjukkan adanya darah feses, urin atau emesis
Tidak menunjukkan perdarahan gusi
Intervensi :
Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
Kaji terhadap perdarahan : petekhie, penurunan Hb Ht, perdarahan dari orifisium tubuh
 Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : gunakan sikat gigi halus, hindari cairan pembilas mulut komersial, hindari makanan yang sulit dikunyah
Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan : hindari mengukur suhu rektal, hindari suntikan IM, lembabkan bibir dengan petrolatum, mempertahankan masukan cairan
Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.

ASKEP MYOCARDITIS

A. PENGERTIAN
Myocardium lapisan medial dinding jantung yang terdiri atas jaringan otot jantung yang sangat khusus (Brooker, 2001).
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. pada umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi (FKUI, 1999).
Myocarditis adalah peradangan dinding otot jantung yang disebabkan oleh infeksi atau penyebab lain sampai yang tidak diketahui (idiopatik) (Dorland, 2002).
Miokarditis adalah inflamasi fokal atau menyebar dari otot jantung (miokardium) (Doenges, 1999).
Dari pebgertian diatas dapat disimpulkan bahwa myocarditis adalah peradangan/inflamasi otot jantung oleh berbagai penyebab terutama agen-agen infeksi.

B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1) Acute isolated myocarditis adalah miokarditis interstitial acute dengan etiologi tidak diketahui.
2) Bacterial myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
3) Chronic myocarditis adalah penyakit radang miokardial kronik.
4) Diphtheritic myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan oleh toksin bakteri yang dihasilkan pada difteri : lesi primer bersifat degeneratiff dan nekrotik dengan respons radang sekunder.
5) Fibras myocarditis adalah fibrosis fokal/difus mikardial yang disebabkan oleh peradangan kronik.
6) Giant cell myocarditis adalah subtype miokarditis akut terisolasi yang ditandai dengan adanya sel raksasa multinukleus dan sel-sel radang lain, termasuk limfosit, sel plasma dan makrofag dan oleh dilatasi ventikel, trombi mural, dan daerah nekrosis yang tersebar luas.
7) Hypersensitivity myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan reaksi alergi yang disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap berbagai obat, terutama sulfonamide, penicillin, dan metildopa.
8) Infection myocarditis adalah disebabkan oleh agen infeksius ; termasuk bakteri, virus, riketsia, protozoa, spirochaeta, dan fungus. Agen tersebut dapat merusak miokardium melalui infeksi langsung, produksi toksin, atau perantara respons immunologis.
9) Interstitial myocarditis adalah mikarditis yang mengenai jaringan ikat interstitial.
10) Parenchymatus myocarditis adalah miokarditis yang terutama mengenai substansi ototnya sendiri.
11) Protozoa myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh protozoa terutama terjadi pada penyakit Chagas dan toxoplasmosis.
12) Rheumatic myocarditis adalah gejala sisa yang umum pada demam reumatik.
13) Rickettsial myocarditis adalah mikarditis yang berhubungan dengan infeksi riketsia.
14) Toxic myocarditis adalah degenerasi dan necrosis fokal serabut miokardium yang disebabkan oleh obat, bahan kimia, bahan fisik, seperti radiasi hewan/toksin serangga atau bahan/keadaan lain yang menyebabkan trauma pada miokardium.
15) Tuberculosis myocarditis adalah peradangan granulumatosa miokardium pada tuberkulosa.
16) Viral myocarditis disebabkan oleh infeksi virus terutama oleh enterovirus ; paling sering terjadi pada bayi, wanita hamil, dan pada pasien dengan tanggap immune rendah (Dorland, 2002).

C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui tiga mekanisme dasar :
1) Invasi langsung ke miokard.
2) Proses immunologis terhadap miokard.
3) Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium.
Proses miokarditis viral ada 2 tahap :
Fase akut berlangsung kira-kira satu minggu, dimana terjadi invasi virus ke miokard, replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing antibody dan virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan makrofag dan natural killer cell (sel NK).
Pada fase berikutnya miokard diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan system immune akan diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibody terhadap miokard, akibat perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokard dari yang minimal sampai yang berat (FKUI, 1999).
D. GEJALA KLINIS
 Letih.
 Napas pendek.
 Detak jantung tidak teratur.
 Demam.
 Gejala-gejala lain karena gangguan yang mendasarinya (Griffith, 1994).
 Menggigil.
 Demam.
 Anoreksia.
 Nyeri dada.
 Dispnea dan disritmia.
 Tamponade ferikardial/kompresi (pada efusi perikardial) (DEPKES, 1993).

E. KOMPLIKASI
1) Kardiomiopati kongestif/dilated.
2) Payah jantung kongestif.
3) Efusi perikardial.
4) AV block total.
5) Trombi Kardiac (FKUI, 1999).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium : leukosit, LED, limfosit, LDH.
2) Elektrokardiografi.
3) Rontgen thorax.
4) Ekokardiografi.
5) Biopsi endomiokardial (FKUI, 1999).

G. PENATALAKSANAAN
1) Perawatan untuk tindakan observasi.
2) Tirah baring/pembatasan aktivitas.
3) Antibiotik atau kemoterapeutik.
4) Pengobatan sistemik supportif ditujukan pada penyakti infeksi sistemik (FKUI, 1999).
5) Antibiotik.
6) Obat kortison.
7) Jika berkembang menjadi gagal jantung kongestif : diuretik untuk mnegurangi retensi ciaran ; digitalis untuk merangsang detak jantung ; obat antibeku untuk mencegah pembentukan bekuan (Griffith, 1994).

ASKEP KLIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

Pengertian

Trauma kapitis adalah Cedera pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.

Tanda dan Gejala
Trauma pada kulit dan tengkorak
nyeri menetap dan setempat, bengkak disekitar fraktur, memar pada mastoid, hematom pada kulit kepala, hemoragi hidung, faring, telinga atau bawah kojungtiva
Trauma jaringan otak
hilangnya kesadaran < 10’, atau > 1o’, berjam-jam, berhari-hari, amnesia berat dan jelas,pusing mual, tanda vital menurun, pucat, kelainan neurologis, penurunan kesadaran sampai koma dalam, hemiparese ekstrimitas, pupil lebar, dsb.
Trauma atau perdarahan cerebral
hematom intracerebral, ruptur isi cerebral, TIK meningkat yg mempengaruhi haemodinamik tubuh.

PATOFISIOLOGI
KERUSAKAN JARINGAN SARAF
Klasifikasi
Menurut Hudak And Galo (97)
berdasarkan tk. Keparahan yaitu :
Cedera kepala minor/ringan
GCS 13 – 15. dapat terjadi amnesia < 30’. Fraktur (-), kontusia, hematom.
Cedera kepala sedang
GCS 9 – 12, kehilangan kesadaran > 30’ tapi < 24 jam. Dpt mengalami fraktur.
Cedera kepala berat
GCS 3 – 8, kehilangan kesadaran >24 jam. Kontusio(+). Laserasi, hematom intrakranial.

Pemeriksaan penunjang
CT-Scan
pemotraten dr bbg sisi diatur dgn komputer, untuk mengtahui adanya hemoragik, pergeseran otak.
Radiografi
Sinar X pada tlng tengkorak kepala, untuk mengetahui adanya perubahan struktur tulang, fraktur pergeseran dr garis tengah dan fragmen tulang.
Angiografi cerebral
dgn memasukan zat kontras utk mengetahui penyebab dan letak gangguan, kelainan sirkulasi cerebral spt adanya hematom.
EEG
Untuk mendeteksi adanya gelombang yg patologis dengan menempatkan elektroda pd bbg daerah tengkorak sehingga permukaan otak dpt direkam bbrp menit.
Lumbal punksi
Untuk mengetahui apakah ada sumbatan pd subaraknoid atau tidak, untuk mentahui adaya peningkatan globulin dan albumin.
Laboratorium darah
untuk mentahui GDA, ketidakseimbangan elektrolit dll.

Komplikasi
Peningkatan TIK

Herniasi intrakranial

Fraktur basis cranii

Epilepsi
Meningitis

Hipoksia

Kerusakan sistemik

Dimensia

Penatalaksanaan keperawatan
Diagnosa keperawatan :
Tidak efektifnya pola pernafasan b/d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakobronkial.
Resti peningkatan TIK b/d proses desak ruang akibat perdarahan, kelainan sirkulasi cerebrospinalis.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d penurunan ADH.
Gangguan pemenuhan nutrisi b/d kurang kemampuan menerima intake nutrisi akibat penurunan kesadaran.
Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan, immobilisasi
Gangguan persepsi sensorik b/d trauma ; defisit neurologik

Penatalaksanaan keperawatan
Bersihkan luka dan lakukan penutupan pd luka terbuka dengan jahitan.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik, antibiotik.
 Bila terjadi fraktur dasar tengkorak yg biasanya mengenai sinus paranasalis atau telinga bagian tengah atau eksternal maka akan menyebabkan cairan cerebrospinal bocor maka pertahankan kebersihan nasofaring dab telinga neksternal, tutup telinga dengan kapas steril pada pasien sadar anjurkan utk menahan bersin dan menekan hidung
 Atur posisi kepala lebih tinggi, pasang pipa orofaring dan pipa endotrakeal bila diperlukan, kolaborasi utk pemberian O2.kontrol tanda-tanda vital, pasang NGT sesuai indikasi, kolaborasi dengan gizi untuk nutrisi., bila diperlukan rujuk untuk tindakan operasi, terapi fisik / rehabilitasi optimal.

Penatalaksanaan medis
Nicholin ; stimulus saraf
Ulsikur (A2 Bloker) ; menetralisir asam lambung
Antibiotik
Kalneks ; anti perdarahan
Dexametason ; anti inflamasi / kortikosteroid
Ats ; bila ada luka terbuka
Cairan isotonik ( asering, Kaen 3 B dan RL)
Vit K, Vit C ; menguatkan dinding pembuluh darah dan anti koagulan.

ASKEP KLIEN DENGAN SINUSITIS

A. Pengertian
Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus.


B. Etiologi
1. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
o Rinitis Akut (influenza)
o Polip, septum deviasi
2. Dentogen
Penjalaran infeksi dari gigi geraham atas
Penyebabnya adalah kuman :
o Streptococcus pneumoniae
o Hamophilus influenza
o Steptococcus viridans
o Staphylococcus aureus
o Branchamella catarhatis

C. Tanda dan Gejala
1. Febris, pilek kental, berbau, bisa bercampur darah
2. Nyeri pada :
o Pipi : biasanya unilateral
o Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
o Gigi (geraham atas) homolateral.
3. Hidung :
o buntu homolateral
o Suara bindeng

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Rinoskopi anterior :
o Mukosa merah
o Mukosa bengkak
o Mukopus di meatus medius
2. Rinoskopi postorior
o Mukopus nasofaring
3. Nyeri tekan pipi yang sakit
4. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit
5. X Foto sinus paranasalis
o Kesuraman
o Gambaran “airfluidlevel”
o Penebalan mukosa

E. Penatalaksanaan
1. Drainage
o Medical :
 Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
 Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
o Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
o Ampisilin 4 x 500 mg
o Amoksilin 3 x 500 mg
o Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
o Diksisiklin 100 mg/hari
3. Simtomatik
o Prasetamol, metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk kronis adalah :
o Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
o Irigasi 1 x setiap minggu (10-20)
o Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)


Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sinusitis

A. Pengkajian
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendeng.
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
o Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
o Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
o Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
o Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
o Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
o Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
o Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
o Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
o Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
o Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
o status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
o Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan hidung
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan menurun sekunder dari peradangan sinus
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

C. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
o Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
o Klien tidak menyeringai kesakitan.

Intervensi :
o Kaji tingkat nyeri klien
R/: Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
o Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
R/: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
o Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
R/: Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
o Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
R/: Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
o Kolaborasi dengan tim medis :
 Terapi konservatif :
 Obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
 Drainase sinus
 Pembedahan :
 Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris
 Operasi Cadwell Luc
R/: Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria hasil:
o Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
o Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

Intervensi :
o Kaji tingkat kecemasan klien
R/: Menentukan tindakan selanjutnya
o Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
 Temani klien
 Perlihatkan rasa empati(datang dengan menyentuh klien)
R/: Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
o Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
R/: Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
o Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
 Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
 Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
R/: Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
o Observasi tanda-tanda vital
R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini.
o Bila perlu, kolaborasi dengan tim medis
R/: Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien


3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan
Kriteria hasil :
o Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
o Jalan nafas kembali normal terutama hidung

Intervensi :
o Kaji penumpukan secret yang ada
R/: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
o Observasi tanda-tanda vital
R/: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
o Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret
R/: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000
Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya
Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

ASKEP KLIEN DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

A. Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).
Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).
Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).



B. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan (Rustam Mochtar, 1998).
• Umumnya terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG
• Faktor organik, yaitu karena masuknya viki khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan–perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.
• Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
• Faktor endokrin lainnya : hipertyroid, diabetes dan lain-lain.

C. Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik dan aseton darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping dehidraasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.


D. Tanda dan gejala
Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1. Tingkatan I (ringan)
o Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita
o Ibu merasa lemah
o Nafsu makan tidak ada
o Berat badan menurun
o Merasa nyeri pada epigastrium
o Nadi meningkat sekitar 100 per menit
o Tekanan darah menurun
o Turgor kulit berkurang
o Lidah mengering
o Mata cekung
2. Tingkatan II (sendang)
o Penderita tampak lebih lemah dan apatis
o Turgor kulit mulai jelek
o Lidah mengering dan tampak kotor
o Nadi kecil dan cepat
o Suhu badan naik (dehidrasi)
o Mata mulai ikterik
o Berat badan turun dan mata cekung
o Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi
o Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.
3. Tingkatan III (berat)
o Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma)
o Dehidrasi hebat
o Nadi kecil, cepat dan halus
o Suhu badan meningkat dan tensi turun
o Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal dengan enselopati wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia dan penurunan mental
o Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.

E. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologis. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
o Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
o Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
o Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering arau biskuit dengan teh hangat
o Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak
o Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas atau terlalu dingin
o Usahakan defekasi teratur.
2. Terapi obat-obatan
Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak berkurang maka diperlukan pengobatan.
o Tidak memberikan obat yang terotogen
o Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital
o Vitamin yang sering dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
o Antihistaminika seperti dramamine, avomine
o Pada keadaan berat, anti emetik seperti diklomin hidrokhoride atau khlorpromazine.
Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan
2. Terapi psikologik
Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,normal dan fisiologik. Jadi tidak perlu takur dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atu konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
3. Terapi mental
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5 %, dalam cairan gram fisiologis sebanya 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah dengan kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dn vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino esensial secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang amsuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan diatas.
4. Terminasi kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardia, ikterik, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik.
Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu capat dan dipihal lain tidak boleh menunggu sampai terjadi irreversible pada organ vital.

F. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nutrisi dan cairan yang berlebihan dan intake yang kurang.
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri ulu hati berhubungan dengan frekuensi muntah yang sering.


G.. Intervensi
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nutrisi dan cairan yang berlebihan dan intake yang kurang.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
1. Berat badan tidak turun.
2. Pasien menghabiskan porsi makan yang di sediakan.
3. Mengkonsumsi suplemen zat besi / vitamin sesuai resep.

Intervensi :
o Tunjukkan keadekuatan kebiasaan asupan nutrisi dulu / sekarang dengan menggunakan batasan 24 jam. Perhatikan kondisi rambut, kulit dan kuku.
o Monitor tanda-tanda dehidrasi : turgor kulit, mukosa mulut dan diuresis.
o Monitor intake dan output cairan.
o Singkirkan sumber bau yang dapat membuat pasien mual, seperti : deodorant / parfum, pewangi ruangan, larutan pembersih mulut.
o Timbang berat badan klien; pastikan berat badan pregravida biasanya. Berikan inforamasi tentang penambahan prenatal yang optimum.
o Tingkatkan jumlah makanan padat dan minuman perlahan sesuai dengan kemampuan.
o Anjurkan pasien untuk minum dalam jumlah sedikit tapi sering.

2. Gangguan rasa nyaman : nyeri ulu hati berhubungan dengan frekuensi muntah yang sering.
Tujuan : Nyaman terpenuhi
Kriteria Hasil :
0. Nyeri berkurang / hilang
1. Ekspresi wajah tenang / rilek, tidak menunjukan rasa sakit.

Intervensi :
o Kaji nyeri (skala, lokasi, durasi dan intensitas)
o Atur posisi tidur senyaman mungkin sesuai dengan kondisi pasien.
o Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi.
o Jelaskan penyebab nyeri pada pasien dan keluarga pasien.
o Beri kompres hangat pada daerah nyeri.
o Kaji tanda-tanda vital.
o Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan analgetika dan antiemetik.

3. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penyakit dan pengobatan meningkat.
Kriteria Hasil :
0. Pasien dapat mengetahui penyakitnya.
1. Dapat mendemonstrasikan perawatan diri dan mengungkapkan secara verbal, mengerti tentang instruksi yang diberikan.
2. Pasien kooperatif dalam program pengobatan.

Intervensi :
o Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakitnya, gejala, dan tanda, serta yang perlu diperhatikan dalam perawatannya.
o Beri penjelasan tentang proses penyakit, gejala, tanda dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan dan pengobatan.
o Jelaskan tentang pentingnya perawatan dan pengobatan.
o Jelaskan tentang pentingnya istirahat total.
o Berikan informasi tertulis / verbal yang terpat tentang diet pra natal dan suplemen vitamin / zat besi setiap hari.
o Evaluasi motivasi / sikap, dengan mendengar keterangan klien dan meminta umpan balik tentang informasi yang diberikan.
o Tanyakan keyakinan berkenaan dengan diet sesuai dengan budaya dan hal- hal tabu selama kehamilan.

ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN METABOLISME DAN ENDOKRIN

GANGGUAN METABOLISME
Segolongan penyakit akibat gangguan metabolisme dan bersifat sistemik
Penyakit ini ada 3 golongan:
• Gangguan metabolisme karbohidrat
• Gangguan metabolisme protein
• Gangguan metabolisme lemak
Dapat menimbulkan kelebihan atau kekurangan zat bersangkutan

GANGGUAN METABOLISME KARBOHIDRAT
Diabetes melitus (Hiperglykemia)
Dasar penyakit adalah defisiensi insulin

Gejala klinis penyakit :
Hiperglikemia
Glikosuria
Dapat diikuti gangguan sekunder metabolisme protein dan lemak
Dapat berakhir dengan kematian

Insidensi terbanyak usia 50 – 60 thn

Dapat juga dekade pertama atau pada yang sudah lanjut

Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif
Etiologi:
Sebab tepat belum diketahui
berhubungan dgn kelainan hormonal
Insulin
Growth hormon
Hormon steroid
Keadaan diabetes timbul akibat ketidak seimbangan dalam interaksi pankreas, hipofisis dan adreanal

Pankreas
Pankreas mempunyai pulau Langerhans : sel beta dan sel alpha
Sel beta : hormon insulin
Sel alpha : menghasilkan hormon glukgon
Efek anti insulin → berfungsi sebagai faktor hiperglikemik dan glikogenolitik → meningkatkan kadar gula darah
Cara kerja insulin
Ada 2 teori cara kerja insulin
Teori 1 = Teori Levine :
 Insulin mentransfer glukosa melalui membran sel otot serat lintang, tetapi tidak menggangu perpindahan glukosa melalui sel membran hati
Teori 2
Insulin diperlukan untuk fosforilasi glukosa dalam sel → glukosa 6 posfatase
Untuk pengikatan ini dibutuhkan enzim hexokinase yang dihasilkan oleh sel hati
Kelenjar hipofisis menghasilkan zat inhibitor hexokinase
Insulin merupakan zat antagonis terhadap hexokinase

Kelenjar Hipofisis
Growth hormon
Hormon ACTH
Efek menghambat enzim hexoki nase.
Bila kelenjar hipofisis hiperaktif → menyebabkan terjadi diabetes

Kelenjar Adrenal
Glukoneogenesis yaitu perubahan bentuk protein menjadi karbohidrat.
Karena pengaruh hormon steroid yang dihasilkan oleh kortex adrenal
Bila berlangsung terus menerus → menekan sel beta pankreas → menimbulkan difesiensi insulin permanen
Aktivitas adrenal bergantung kepada kelenjar hipofisis anterior

KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
Merupakan gangguan biokimia.
Cedera morfologik sebenarnya tidak dapat untuk menegakkan diagnosis
Tidak selalu sebagai dasar dari pada gangguan metabolisme
20 % penderita meninggal tidak menunjukkan bukti-bukti kelainan anatomik

Pankreas
Seperempat penderita : pankreasnya normal
Pada umumnya kerusakan pada sel beta ringan → tidak mungkin menimbulkan gangguan produksi insulin
Bila ada :
Hialinisasi
Fibrosis
Vakoalisasi hidropik yang sebenarnya merupakan penimbunan glikogen

Pembuluh darah
Bila gangguan metabolisme karbohidrat terlalu lama → hiperglikemik menahun, pada otot, hati dan jantung terjadi difisiensi.
Lemak dimobilisasi sebagai sumber tenaga →lemak dalam darah bertambah.
 Lipaemia dan cholestrolimia → gangguan vaskular, dengan komplikasi aterioskelosis merata → skeloris pembuluh darah arteri coronaria, ginjal dan retina

Mata
Skelosis arteri retina → retinitis diabetika.
Berupa
perdarahan kecil-kecil tidak teratur
pelebaran pembuluh darah retina dan berkeluk-keluk
kapiler-kapiler membentuk mikroaneurisma

Jantung
Sklerosis arteri coronaria → infrak otot jantung

Ginjal
Kelainan degeneratif pada alat vaskular glomeruler – tubular
pyleonepritis akut maupun kronis

Kulit
Penimbunan lipid dlm makropag-makropag pada dermis →xantoma diabetikum

Susunan syaraf
Pada syaraf tepi dan kadang medula spinalis
Perubahan degeneratif
Demyelinisasi
Fibrosis
Mungkin berhubungan dengan skelosis pembuluh darah

Hati
Perlemakan → hepatomegali dan infiltasi glikogen
 Disebabkan karena defisiensi karbohidrat → sumber tenaga dari lemak → imobilisasi lemak berlebihan → defisiensi lipotropik → lemak tidak dapat diangkut dari sel → penimbunan lemak berlebihan

Klinis
Polyphagia : tubuh tidak dapat memetabolisme karbohidrat yg dimakan →penderita banyak makan
Polidipsia : glycosuria (diuresis osmotik) → kompensasi: penderita banyak minum
Polyuria : glycosuria (diuresis osmotik) → penderita banyak kencing

Hipoglykemia

Patologis : Sering ditemukan pada 3 keadaan:
Akibat pemakaian insulin berlebihan pada diabetes
Pada pengobatan psykosis dengan shock hipoglikemik
Akibat pembentukan insulin berlebihan pada tumor pankreas yg dibentuk oleh sel beta

GANGGUAN METABOLISME PROTEIN.
Penyakit akibat kelebihan protein (-)
Defisiensi protein
Terjadi pada pemasukan protein kurang → kekurangan kalori, asam amino, mineral, dan faktor lipotropik
Akibatnya :
Pertumbuhan tubuh
Pemeliharaan jaringan tubuh
Pembentukkan zat anti dan serum protein akan terganggu.
 Penderita mudah terserang penyakit infeksi, perjalanan infeksi berat, luka sukar sembuh dan mudah terserang penyakit hati akibat kekurangan faktor lipotropik
MACAM-MACAM PENYAKIT DEFISIENSI PROTEIN.
Hipoproteinemia
Sebab :
Exkresi protein darah berlebihan melalui air kemih
Pembentukan albumin terganggu spt pada penyakit hati
Absorpsi albumin berkurang akibat kelaparan atau penyakit usus, juga pada penyakit ginjal

Hipo dan Agammaglubulinemia
Ada 3 jenis :
Hipoagammaglobulinemia kongenital
Penyakit herediter, terutama anak laki-laki antara 9 – 12 thn
Mudah terserang infeksi. Kematian sering terjadi akibat infeksi
Plasma darah tidak mengandung gamma protein
Dapat terjadi penyakit hipersensitivas (ex: penyakit artritis) krn tubuh tidak dapat membentuk Ig

2. Hipo/ (a) gammaglobulinemia didapat
Pada pria dan wanita pada semua usia
Penderita mudah terkena infeksi
Terjadi hiperplasi konpensatorik sel retikulum → mengakibatkan limfadenopathi dan splenomegali

3. Hipoagammaglobulinemia sementara
Hanya ditemukan pada bayi
Merupakan peralihan pada waktu gamma globulin yang didapat dari ibu habis dan anak harus membentuk gamma globulin sendiri

Pirai atau Gout
Akibat gangguan metabolisme asam urat → asam urat serum meninggi → pengendapan urat pada berbagai jaringan
Asam urat merupakan hasil akhir dari pada metabolisme purin.
Secara klinis :
Arthritis akut yg sering kambuh secara menahun
Pada jaringan ditemukan tonjolan-tonjolan disebut “tophus”
Di sekitar sendi
Bursa
Tulang rawan
Telinga
Ginjal
Katup jantung
GANGGUAN METABOLISME LEMAK
Kelebihan lemak (Obesitas)
Terjadi kalori didapat > kalori yg dimetabolisme (hipometabolisme)
Terjadi pada hipopituitarisme dan hipotiroidisme.
Kalori yg dibutuhkan menurun → berat badan naik, meskipun diberi makan tidak berlebihan
Lemak ditimbun pada:
Jaringan subkutis
Jaringan retroperitoneum
Peritoneum
Omentum
Pericardium
Pankreas
Obesitas → memperberat hipertensi, diabetes, penyakit jantung

Hiperlipemia
Jumlah lipid darah total dan kholesterol meningkat
Terdapat pada :
Diabetes melitus tidak diobati
Hipotiroidisme
Nefrosis lupoid
Penyakit hati
Sirhrosis biliaris
Xantomatosa
Hiperlipidemi
Hiperkholesterolemi
Penimbunan lemak terjadi di dinding pembuluh darah → arteriosklerosis

Defisiensi lemak
Terjadi pada
Kelaparan (starvation)
Gangguan penyerapan (malabsorption) : penyakit celiac, sprue, penyakit Whipple.
Tubuh terpaksa mengambil kalori dari simpanannya krn intake kurang
Yang mula-mula dimobilisasi : karbohidrat dan lemak, dan hanya pada keadaan gizi buruk akhirnya protein diambil dari jaringan
Pada penyakit Whipple selain difisiensi lemak, juga difisensi protein, karbohidrat dan vitamin.
SUSUNAN ENDOKRIN
Sistem endokrin : kelenjar yang tidak mempunyai saluran keluar (duktus eksretorius)
Produknya
Disebut hormon
langsung masuk aliran darah → mempengaruhi pertum- buhan, metabolisme, reproduksi dll.
Sistem endokrin:
• Kelenjar Hipofisis 5. Kelenjar adrenal
• Kelenjar Thyroid 6. Kelenjar Langerhans pankreas
• Kelenjar Para thyroid 7. Gonad: Ovarium dan testis
• Kelenjar thymus 8. Placenta
HIPOFISIS
Menghasilkan hormon yang tidak langsung mempengaruhi sel tubuh, tapi mempengaruhi kelenjar endokrin lain
Target organ
Thyroid
Adrenal → menghasilkan hormon → mempengaruhi sel tubuh
Gonad
Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus yaitu lobus anterior dan posterior.
Lobus anterior
Growth hormon
Thyrotropin (TSH)
Folikel stimulating hormon (FSH) dan Luteinizing hormon
Prolaktin hormon
Lobus posterior
Anti diuretik (ADH)
THYROID
Embriologi:
Dari invaginasi tuber (endoderm) dari dasar lidah (foramen caecum) → tumbuh ke bawah, di muka trachea dan tulang rawan thyroid
Fisiologi:
Mempertahankan derajat metabolisme lebih tinggi
Merupakan alat tubuh yg sensitif dan dapat bereksi terhadap berbagai rangsangan
Pada masa pubertas, kehamilan, dan stres atau pada waktu haid kelenjar membesar dan berfungsi lebih aktif
Kelainan yg terjadi :
Hiperplasi epitel
Resorpsi koloid
sel-sel folikel menjadi lebih tinggi kadang membentuk tonjolan-tonjolan ke dalam lumen.
Apabila stres dan rangsangan lain hilang → involusi, kelenjar mengecil

Fungsi thyroid dipengaruhi oleh hipofisis melalui TSH.
Apabila TSH negatif (ex: pada hipopituitarisme) → thyroid atropi
Apabila TSH meningkat → hormon thyroid juga meningkat → menekan hungsi hipofisis, dan sebaliknya
Apabila thyroid menurun → merangsang hipofisis mengeluarkan TSH lebih banyak.
Menyebabkan hiperplasi dan pembesaran kelenjar thyroid seperti pada penderita kekurangan jodium pada penyakit gondok.
BIOSINTESIS PRODUKSI H.THYROID.
Produksi hormon thyroid melalui 4 tingkat.
Tingkat 1. TRAPPING: plasma I gradient Thyroid I

Tingkat II. BINDING: I Oxidasi (I) monoiodothyrosin (MTI)
MTI + (I) Diioxdotrhyrosin (DIT)
Tingkat III. COUPLING : DIT + DIT Tetraiodothyrosin =
thyrosin (T4).
DIT + MIT Triodothyronine (T3).
Tingkat IV. Releasing: Thyroglobulin proteolisis MIT +
DIT + T3 + T4 plasma T3 + T4
MIT + DIT Deiodinisasi Thyrosin
Thyroid I

KETERANGAN
Jodium dari makanan dan minuman diabsorpsi dari sal percernaan sebagai jodida
Thyroid mempunyai kemampuan utk menarik jodida kemudian dikonsentrasi
Trapingkan yaitu mempertahankan jodida gradient melalui dinding sel antara plasma dan thyroid
Gradient dapat meningkat secara langsung melalui TSH atau tdk langsung melalui simpanan thyroid yg rendah
Jodium dengan cepat terikat dengan tyrosin membentuk MIT, DIT
DIT + DIT→ Thyrosin (T4) atau MIT +DIT → T3 dan disimpan dalam folikel kelenjar thyroid sebagai Thyroglobulin




ASKEP KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS
Definisi
• Penyakit atau gangguan metabolik yang berhubungan dengan usia dan hilang massa tulang pada manusia
• Pada wanita biasanya dimulai pada usia 40 tahun atau pada saat menopause atau wanita yang sudah diangkat uterus dan ovariumnya
• Pada laki laki pada usia 60 tahun
Klasifikasi osteoporosis
• Idiopathic osteoporosis
• Juvenile
• Presenile
• Postmenopausal
• Senile
B. Secondary Osteoporosis
--Biasanya diinduksi oleh endokrin, saluran pencernaan, ginjal
Etiologi

• Kurang aktifitas, seperti pada kelumpuhan atau menderita penyakit rematik
• Kekurangan estrogen --- menopause, setelah pengangkatan ovarium, usia lanjut
• Asupan kalsium yang rendah dan kronik
• Malabsorbsi
• Kekurangan vitamin D
• Pemakaian heparin dan tembakau jangka panjang
• Gangguan pertumbuhan --- misalnya osteogenesis imperfecta
Diagnostik
• Rasa lemah atau sakit punggung yang berat
• Nyeri sendi hilang timbul, kadang kaku sendi
• Fraktur spontan tanpa trauma yang kuat
• Tinggi badan berkurang --- bungkuk
• Laboratorium : hiperkalsiuria (fase awal), peningkatan hidroksiproline,kadar serum kalsium biasanya normal
• Roentgen : demineralisasi tulang, kerapuhan tulang, pecahnya vertebra tanpa disertai kompresi medulla spinalis
Penatalaksanaan
• Gizi ---- asupan kalsium, vitamin D, Fluor, makanan yang kaya estrogen
• Pemberian estrogen --- misalnya terapi sulih hormon terutama pada yang wanita menopause
• Pemberian kalsitonin
• Olahraga teratur --- yang melibatkan gerakan dari tulang tulang dan otot besar

ASKEP KLIEN DENGAN HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.


B. Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

C. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

D. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

E. Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.


Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Halusinasi

A. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
o Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
o Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
o Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
o Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
o Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
o Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
o Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
o Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
o Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi.
2. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
C. Intervensi
Diagnoasa 1.:
Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
Tujuan : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal.
2. Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi pasien untuk digunakan
3. Pasien dapat menggunakan keluarga pasien untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering berinteraksi dengan keluarga.
Intervensi :
• Bina Hubungan saling percaya
• Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
• Dengarkan ungkapan klien dengan empati
• Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu disesuaikan dengan kondisi klien).
• Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
• Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan tingkah laku halusinasi.
• Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi.
• Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat alami halusinasi.
• Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang mengalami halusinasi.
• Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
• Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien.
• Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
• Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami halusinasi.
• Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol halusinasi.
• Bantu klien menggunakan obat secara benar.
Diagnosa 2.:
Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat dan mau berjabat tangan.
2. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama.
3. Pasien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri.
4. Pasien mau berhubungan dengan orang lain.
5. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan keluarga
Intervensi :
• Bina hubungan saling percaya.
• Buat kontrak dengan klien.
• Lakukan perkenalan.
• Panggil nama kesukaan.
• Ajak pasien bercakap-cakap dengan ramah.
• Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien tidak mau bergaul/menarik diri.
• Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang mungkin jadi penyebab.
• Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.
• Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan.
• Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-tahap yang ditentukan.
• Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai.
• Anjurkan pasien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan.
• Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan pasien mengisi waktunya.
• Motivasi pasien dalam mengikuti aktivitas ruangan.
• Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan.
• Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
• Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan car a keluarga menghadapi.
• Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi.
• Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok pasien minimal sekali seminggu.
Diagnosa 3.:
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan : Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
2. Pasien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
3. Pasien mampu memulai mengevaluasi diri
4. pasien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya
5. Pasien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencanan
Intervensi :
o Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari segi fisik.
o Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya.
o Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang menonjol selama di rumah dan di rumah sakit.
o Berikan pujian.
o Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pasien
o Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien.
o Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien.
o Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana penialian pasien terhadap stressor.
o Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor mempengaruhi pikiran dan perilakunya.
o Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak realistic.
o Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
o Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok.
o Diskusikan koping adaptif dan maladaptif.
o Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptive.
o Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang dapat merubah dirinya bukan orang lain
o Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan perawat).
o Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan / tujuannya.
o Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan.
o Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai potensi yang ada pada dirinya.

DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa, , 2000
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC, 1995
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, 1987
Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, 1990
Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, CV.
Sagung Seto, , 2001.
Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, 1998

ASKEP KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL

• Pengertian
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.

Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas.
Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik :
• Infeksi : Pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
• Penyakit vascular hipertensi : Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
• Gangguan jaringan penyambung : Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
• Gangguan kongerital dan hereditas : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
• Penyakit metabolic : Diabetes militus, gout, hiperpara tiroidisme, amiloidosis.
• Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesik, nefropati timbale
• Nefropati obstruktif : Saluran kemih bagian atas kalkuli , neoplasma, fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostate, struktur urea, anomaly kongetal pada leher kandung kemih dan uretra.

• Tanda dan gejala
Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik mengenai dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:
• Gangguan pada Gastrointestinal
Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
• Kulit
Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit.
• Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
• Sistem Saraf Otot
Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.
• Sistem Kardiovaskuler
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit.
• Sistem Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
• Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia.

• Pemerikasaan Penunjang
Urine
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak keluar (anuria)
Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemak, partikel koloid, forfat atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, HB, mioglobin.
Berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mosm/kg menunjukan kerusakan tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
Klirens keratin : Mungkin agak menurun
Natrium : Lebih besar dari 40 m Eq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
Darah
BUN / Kreatin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 16 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
Hitung darah lengkap : Ht : Menurun pada adanya anemia Hb:biasanya kurang ari 78 g/dL
SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi aritropoetin seperti pada azotemia.
GDA : pH : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun, PCO2 menurun .
Natrium Serum : Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan Natrium” atas normal (menunjukan status dilusi hipernatremia).
Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan. Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 MPq atau lebih besar.
Magnesium/Fosfat : Meningkat
Kalsium : Menurun
Protein (khususnya Albumin) : Kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas Serum : Lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
KUB fota : Menunujukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)
Piolegram Retrograd : Menunujukkan abnormallitas pelvis ginjal dan ureter.
Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa.
Sistouretrogram Berkemih : Menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, terensi.
Ultrasono Ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
Biopsi Ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histoligis.
Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
Foto Kaki, Tengkorak, Kolmna Spiral dan Tangan : Dapat menunjukan demineralisasi.
(Rencana Askep, Marilyn E Doenges dkk)

• Pencegahan
Pemeliharaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi. Sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan).

• Pengobatan / Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :
• Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
• Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
• Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti hipertensi.
• Kontrol ketidaksemibangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium (misalnya penghambat ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
• Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
• Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
• Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat, amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
• Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
• Persiapan dialysis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL
1. Pengkajian
• Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
• Aktifitas / istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
• Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan
• Integritas Ego :
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
• Eliminasi :
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
• Makanan / cairan :
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
Penggunaan diuretik
Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
• Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
• Nyeri / kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
• Pernapasan
Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
Batuk dengan sputum encer (edema paru).
• Keamanan
Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Pruritis
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
Ptekie, area ekimosis pada kulit
Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
• Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
• Interaksi sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
• Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :
• Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
• Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
• Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
• Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan.

3. Intervensi

Diagnosa I
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil :
• Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang
• Turgor kulit baik
• Membran mukosa lembab
• Berat badan dan tanda vital stabil
• Elektrolit dalam batas normal

Intervensi
1. Kaji status cairan :
o Timbang berat badan harian
o Keseimbangan masukan dan haluaran
o Turgor kulit dan adanya oedema
o Distensi vena leher
o Tekanan darah, denyut dan irama nadi
Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
2. Batasi masukan cairan :
Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
4. Pantau kreatinin dan BUN serum
Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, vol 1, Barbara Ensram, hal 156).

Diagnosa II

Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
• Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
• Bebas oedema

Intervensi
1. Kaji / catat pemasukan diet
Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
2. Kaji pola diet nutrisi pasien
o Riwayat diet
o Makanan kesukaan
o Hitung kalori
Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
o Anoreksia, mual dan muntah
o Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
o Depresi
o Kurang memahami pembatasan diet
Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4. Berikan makan sedikit tapi sering
Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
5. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.
Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. (Rencana Asuhan Keperawatan, Marylinn E. Doenges, hal 620).
6. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
Mendorong peningkatan masukan diet
7. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1452).
8. Timbang berat badan harian.
Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

Diagnosa III

Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk sampah
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
Kriteria hasil :
• Berkurangnya keluhan lelah
• Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
• Laporan perasaan lebih berenergi
• Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal setelah penghentian aktifitas.

Intervensi
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
o Anemia
o Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
o Retensi produk sampah
o Depresi
Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
(Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.
Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol 2, Brunner & Suddart, hal 1454).

Diagnosa IV
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.
Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang penykit dan pengobatan.
Kriteria hasil :
• Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan.
• Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

Intervensi
1. Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.
Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai menilai perubahan gaya hidup yang akan diterima. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
2. Berikan informasi tentang :
o Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah tak dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.
o Pemeriksaan diagnostic termasuk :
 Tujuan
 Diskripsi singkat
 Persiapan yang diperlukan sebelum tes
 Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.
Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan selamanya bila ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian maksimum. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 159).
o Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang masalah dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk memiliki terapi.
Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan untuk gagal ginjal berdampak pada seluruh keluarga. (Rencana Asuhan Keperawatan vol 1, Barbara Engram hal 160).
o Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar.
Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
o Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.

4. Implementasi
Asuhan Keperawatan pada klien dengan kegagalan ginjal kronis.
• Membantu Meraih Tujuan Terapi
1. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.
2. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.
3. Tenekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
4. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
5. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
6. Melindungi pasien dari infeksi.
7. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.
8. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.

• Mengusahakan Kenyamanan
1. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.
2. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.
3. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
4. Mengusahakan istirahat bila kecapaian.
5. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana.


• Konsultasi dan Penyuluhan
1. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
2. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi.
3. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.
4. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long).

5. Evaluasi
Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.
• Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?
• Apakah orang menekuni pesan diet dan cairan yang diperlukan?
• Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?
• Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?
• Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obat-obatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?